Oleh: Tim Redaksi
Unu...
Pada waktu yang tak terencana,
kita dipertemukan menjadi dua orang asing.
Bertemu dalam satu pandangan yang penuh tanda tanya.
Mengenalmu tentu belum, namun aku telah mendahului mengagumimu dalam diamku.
Mengenalmu adalah kewajibanku.
Namun menerjemahkan rasa hati ini untukmu sangatlah sulit
Karena membutuhkan kalkulasi yang akurat.
Unu...
Pada waktu yang bersamaan pula, kita dipertemukan kembali pada ruang yang sama.
Tatapanku semakin liar
Saat menyaksikan aksimu menggenggam microfon yang pasrah dengan diam.
Ku coba mencuri pandang di setiap kelokan matamu.
Namun harapanku pupus ditelan keadaan yang seolah tak kau hiraukan.
Dalam diam, aku hanya mampu menatap pajangan bermotif dihadapanku yang bertuliskan MPAB IMAPI Kupang
Unu...
Aku semakin bimbang menimang rasa ini.
Kepada siapa harus ku tautkan hati ini, jika bukan untukmu Unu?
Unu...
Ternyata aku salah. Karena tak mampu mengendalikan rasa ini.
Aku baru sadar, kita adalah saudara dalam satu rumah.
Walau berat bagiku untuk menyangkal perasaan yang telah larut bersama bayanganmu.
Tapi harus aku iklaskan hati ini untuk menerima kenyataan
Bahwa kita hanya sebatas Ole dan Unu, tidak lebih dan tidak juga kurang.
Unu...
Suaramu menggelorakan kalbuku.
Namun aku yakin, bahwa pada setiap kata yang terucap, terbungkus rapi didikanmu.
Kini ku jadi teringat pada ungkapan Tan Malaka: Terbentur, terbentur, terbentuk.
Unu...
Terima kasih untuk semua dedikasimu.
Terima kasih pula untuk Rumah yang mempersatukan kita.
Matahari mulai bersembunyi dibalik gedung tua yang kita tempati ini.
Mari kita pulang, karena ada banyak hal yang harus kita tunaikan.
Menjawab doa dan harapan dari mereka yang mencintai.
Agar kelak kita dapat bernilai bagi daerah, bangsa dan Negara tercinta.
Terima kasih Unu.
Terima kasih IMAPI Kupang.
Karya: MKH, JB, NS, IF