![]() |
Docpri. Mata Sakit |
Malam itu...
Ketika sepi hadir sebagai rasa paling diam,
Kau datang dengan penuh kesal sambil menangis dalam harap.
Aku bertanya : Kamu baik-baik saja ?
Jawabmu hanya tunduk tanpa berkata, seakan tanyaku melukaimu yang sedang terluka.
Iya, malam itu. Kau dengan sedihmu, dan aku dengan sepiku !
Keesokan harinya...
Aku menikmati sebatang rokok disambut hujan yang deras, duduk sambil mengingat kejadian semalam.
Kau datang lagi, dengan penuh kegelisahan.
Aku menatapmu penuh keragu-raguan. Dia sebenarnya kenapa datang dengan hujan seperti ini?
Mungkin ada hal yang ingin dia sampaikan, tapi belum sempat terucap.
Senyum manisnya tak terlihat lagi, kecantikannya pudar diliputi mukanya yang murung sebagai tampilan wajahnya tak ada dusta itu.
Aku kecewa, aku sakit, apa aku tak ada artinya lagi di mata dia yang kucintai?
Tanyanya merenggut rasa penasaranku yang kunikmati saat itu.
Oh, cewek manis ini terlihat sedang putus cinta. Jawabku dalam hati.
Ku dekati dia, kucoba tenangkan segala rasa yang ia rasakan.
Perlahan ku menatapnya, akhirnya kuberanikan diri tuk berkata :
"Jangan tangisi perpisahan. Jika kamu benar mencintai dia, kamu harus merelakan dengan tulus apa yang memang bukan milikmu sebagai sebuah kepastian. Belajarlah untuk memahami, bahwa yang datang tidak selamanya menetap".
Saat itu juga kami terdiam tak berusara setelah hal itu kusampaikan sebagai sebuah penguatan. Berharap dia bisa menerima segalanya.
Tanpa sengaja, kumelihatnya tersenyum dalam kemanisan.
Mungkin saja dia akan kuat kembali setelah merasakan keterpurukan dalam sebuah hubungannya.
Jika senyum itu sudah terukhir dibibirnya, maka ia bisa temukan lagi sebuah kebahagiaan.
Wahai cewek manis, selamat menutup masa lalu mu. Tetap sabar hadapi segala yang terjadi, kuatkan hatimu, jangan sampai kesedihan menang dalam perasaanmu.
Ingat, bahagia itu sederhana: "Cukup tersenyum dengan luka"...
Penfui, 17122020
(Mata Sakit)